Jumat, 13 September 2013

Ibadah Mahdah dan Ibadah Ghairu Mahdah



PENDAHULUAN

Semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan Allah SWT itu bernilai ibadah. Beribadah itu hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya? Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada-Nya dengan menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.
Namun demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk menggugurkan kewajiban, dan tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak umat islam yang tidak berjamaah ke masjid kecuali shalat jum’at. Bahkan ada pula yang tidak shalat kecuali pada hari raya. Islamnya hanya ada di kartu identitas. Dan ada pula yang beribadah, mendekatkan diri kepada Allah hanya pada saat ibadah ritual saja, setelah itu dia jauh dari ridlo Allah.
Sepintas yang ada di benak kita tentang ibadah adalah hanya suatu bentuk hubungan manusia dengan sang khalik. Padahal tidak demikian, bentuk dari ibadah itu ada 2 ada yang hubungannya langsung berhubungan dengan Allahtanpa ada perantara yang merupakan bagian dari ritual formal atau hablum minallah  dan ada yang ibadah secara tidak langsung, yakni semua yang berkaitan dengan masalah muamalah, yang disebut dengan hablum minannas, hubungan antar manusia. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pembagian ibadah itu, yang mencakup ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.

RUMUSAN MASALAH

A.    Apa yang dimaksud ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah?
B.    Apa prinsip-prinsip ibadah?
C.    Apa hakikat dan syarat-syarat diterimanya ibadah?
D.    Apa tujuan dan hikmah ibadah?
   
PEMBAHASAN

A.    Bidang Ibadah
Kata “ibadah” (
عبد - يعبد - عبادة) berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan taat, menurut, mengikut, berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri. Sedangkan secara istilah ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas hanya untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.  Seperti firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 162 :
قُلْ إِنَّ صَلأَتىِ وَ نُسُكىِ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتىِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam.”

Selain itu, ibadah juga diartikan sebagai suatu sikap pasrah dan tunduk total kepada semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu, ibadah dalam pandangan Islam merupakan refleksi syukur pada Allah swt atas segala nikmatnya yang timbul dari dalam lubuk hati yang dalam dan didasari kepahaman yang benar. Pada gilirannya, ibadah tidak lagi dipandang semata-mata sebagai kewajiban yang memberatkan, melainkan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan.
Allah swt berfirman dalam surat Ad Dzariyat ayat 56.
وَمَا خَاَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (QS. 51: 56)
Kemudian dalam kitab Al-Hidayah  jilid kesatu dikatakan sebagai berikut:
       
اَلْعِباَدَةُ هِيَ اأتَّقَرُّبُ اِلَى اللهِ تعَالَى  بِامتِثاَلِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَهِيْهِ وَاأعَمَلُ بِمَا أذَنَ بِهِ اأشَّارِعُ
“Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan izin dari pembuat syariat  (Al-Hakim, Allah).”
Manusia dalam hidupnya mengemban amanat ibadah baik dalam hubungan kepada Allah, maupun hubungan sesama manusia dalam hubungan dengan lingkungan, dan hubungan dengan alam.

Secara umum, bentuk perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu sebagai berikut:
1.    Ibadah Mahdhah  atau Ibadah Khusus
Yang dimaksud dengan ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), Ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga sering disebut ibadah yang langsung.  Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan.
Jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdhah, adalah :
a.    Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat mengandung beberapa arti yang beragam salah satunya do’a, itu dapat ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103:
وصل عليهم إن صلوتك سكن لهم
Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Secara terminologis ditemukan beberapa istilah diantarnya: “Serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi salam”.
b.    Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam, yang berarti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Zakat itu ada dua macam: yaitu zakat harta atau disebut juga zakat mal dan zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir bulan ramadhan yang disebut juga zakat fitrah.
c.    Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Puasa secara bahasa bermakna , menahan dan diam dalam segala bentuknya. Secara terminologis puasa diartikan dengan “menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”.
d.    Ibadah Haji
Secara arti kata, lafaz haji yang berasal dari bahasa arab, berarti “bersengaja”. Dalam artian terminologis adalah Menziarahi ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Masjidil Haram dan sekitarnya, baik dalam bentuk haji ataupun umroh.
e.    Umroh
Umroh adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian khusus disekitarnya. Perbedaannya dengan haji ialah bahwa padanya tidak ada wuquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah, melempar jumrah dan menginap di Mina.  Dengan begitu ia merupakan haji dalam bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umroh itu disebut dengan haji kecil.
f.    Bersuci dari hadas kecil maupun besar.

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

2.    Ibadah Ghairu Mahdhah

Yang dimaksud ibadah ghairu mahdhah berarti mencakup semua perilaku manusia yang hubungannya dengan sesama manusia, yaitu dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt, yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah swt. Atau sering disebut sebagai ibadah umum atau muamalah, yaitu segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, lahir maupun batin yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, seni dan pendidikan. Seperti qurban, pernikahan, jual beli, aqiqah, sadaqah, wakaf, warisan dan lain sebagainya.  Selain itu ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi substansi ibadahnya tetap terjaga. Seperti perintah melaksanakan perdagangan dengan cara yang halal dan bersih.

Ibadah yang termasuk Ibadah Ghairu Mahdhah, adalah:
a.    I’tikaf
Berdiam di masjid untuk berdzikir kepada Allah.
b.    Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti menahan sedang menurut istilah wakaf ialah memberikan suatu benda atau harta yang kekal zatnya kepada suatu badan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
c.    Qurban
Qurban secara bahasa berarti dekat, sedang secara istilah adalah menyembelih hewan yang telah memenuhi syarat tertentu di dalam waktu tertentu yaitu bulan Dzulhijjah dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah.
d.    Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat.
e.    Aqiqah
Aqiqah dalam bahasa arab berarti rambut yang tumbuh di kepala anak/bayi. Istilah aqiqah kemudian dipergunakan untuk pengertian penyembelihan hewan sehubungan kelahiran bayi.
f.    Dzikir dan Do’a

Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA”
(Berbuat baik + Karena Allah )

B.    Prinsip-prinsip ibadah

1.    Niat, merupakan prinsip utama dalam beribadah karena semua perbuatan orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW yang  diniatkan di jalan Allah bernilai ibadah, baik dalam ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.
2.    Semua jenis perbuatan ibadah harus mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.    Melakukan ibadah dengan jalan ittiba’ (mengikuti tata cara yang dilakukan oleh Rasulullah saw), mengetahui hujjah atau dalil-dalilnya.
4.    Tidak berpatokan pada pendekatan rasional, kecuali dalam urusan muamalah.
5.    Bertanya kepada ulama (ahli zikir) jika tidak mengetahui dalil-dalilnya.

C.    Hakikat Ibadah dan Syarat-syarat Diterimanya Ibadah

1.    Hakikat Ibadah
Hakikat ibadah adalah tunduknya jiwa yang muncul dari keyakinan hati, menikmati kehadiran Allah yang memberikan semua kekuatan, kenikmatan, rasa, dan segalanya. Menyadari kekekalan Allah dan kenisbian manusia.
Hakikat ibadah itu sendiri sebenarnya adalah perenungan jiwa, penampakan jasmani yang bergerak mengikuti arah-arah illahi sebagaimana dijelaskan oleh syariat dan merupakan perwujudan keyakinan terhadap kegaiban Allah.
Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu:
خُضوعُ الرَّوح يَنْشَا عَنْ اسْتِشْعَارَ القلب بمحبة المعبود وعظمته اعتقادا بان للعالم سلط نا لايدركه العقل حقيقته
“....ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya lantaran beristiqad bahwa alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui hakikatnya”
2.    Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah.
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya suatu ibadah. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu: 
a.    Ikhlas, yakni dilaksanakan dengan mengharapkan keridhaan Allah, hanya pamrih atas nama Allah dan karena perintah-Nya. Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 11-12 sebagai berikut:
قُلْ اِنّيِ اُمِرْتُ اَنْ اَعْبُدَ الله مُخْلِصًا له الدين وَاُمِرْتُ لأِنْ اَكُوْنَ اَوَّلَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Katakanlah. ‘sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan agar menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.”

b.    Ibadah dilaksanakan sesuai syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahf ayat 110 sebagai berikut:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanyaseorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnyaTuhan kamu adalah Tuhan yang Esa’. Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya’.”
D.    Tujuan Ibadah
Ibadah dalam Islam harus dikerjakan dengan cara-cara berikut:
1.    Ikhlas, semata-mata mengharap ridha Allah swt
2.    Mahabbah dan tha’at (penuh rasa cinta dan tunduk)
3.    Istiqomah
4.    Iqtishad (dilakukan berdasarkan fitrah, sesuai dengan kapasitas dan tidak memisahkan antara yang satu dengan yang lain)
Dan hikmah ibadah adalah:
Ibadah yang benar akan melahirkan hikmah serta hasil yang dapat dirasakan di dunia dan juga di akhirat kelak, di antaranya sebagai berikut :
1.    Taqwa
2.    Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar
3.    Diri dan harta menjadi suci
4.    Diri, fisik, dan psikis menjadi sehat
5.    Dimudahkan rezekinya dan anak keturunannya
6.    Meraih surga dan menjauhkan dari siksaan api neraka

KESIMPULAN
1.    Ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas hanya untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Bentuk ibadah ada 2, yaitu ibadah mahdhah (ibadah yang hubungannya langsung kepada Allah) dan ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang hubungannya dengan sesama manusia)
2.    Ibadah mahdhah diantaranya adalah shalat, zakat, puasa, haji, umroh, dan besuci dari hadas kecil dan besar. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah i’tikaf, wakaf, aqiqah, sadaqah, qurban, dzikir dan do’a.
3.    Prinsip-prinsip ibadah adalah diantara salah satunya Niat, merupakan prinsip utama dalam beribadah karena semua perbuatan orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW yang  diniatkan di jalan Allah bernilai ibadah, baik dalam ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.
4.    Hakikat ibadah adalah tunduknya jiwa yang muncul dari keyakinan hati, menikmati kehadiran Allah yang memberikan semua kekuatan, kenikmatan, rasa, dan segalanya. Menyadari kekekalan Allah dan kenisbian manusia. Syarat-syarat diterimanya suatu ibadah adalah ikhlas dan sesuai syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
5.    Tujuan dari ibadah adalah Ikhlas, semata-mata mengharap ridha Allah swt, Mahabbah dan tha’at (penuh rasa cinta dan tunduk), Istiqomah. Dan hikmah dari ibadah adalah Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, diri dan harta menjadi suci, Diri, fisik, dan psikis menjadi sehat dan Meraih surga dan menjauhkan dari siksaan api neraka.

PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfa’at bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Semoga apa yang telah di diskusikan menambah pengetehuan kita tentang materi ibadah, khususnya ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah yang dikerjakan  manusia guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca  sangat kami butuhkan untuk memperbaiki makalah kami agar lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media Group, 2003.
Anwar, Syahrul. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.
Zakaria, A. Al-Hidayah, Garut: Ibnazka Press, 2005.
Djazuli, A. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Ridwan, Hasan. Fiqh Ibadah. Bandung:Pustaka Setia, 2009.
Ash Shiddieqy, Hasbi. Fiqh Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang, 1991.

6 komentar:

  1. Kalau rumus ibadah ghoiru mahdah bb+karena Allah, kenapa zikir termasuk kedalamnya. Padahal setahu saya zikir itu termasuk hubungan hamba dan rabbnya.

    BalasHapus
  2. Karena dzikir itu tidak ditentukan ketentuannya secara saklek

    BalasHapus
  3. izin copy yah kk untuk materi makalah

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Kalau rumusnya BB KA tentunya ibadah yang tidak ada dalil yang shaheh boleh dong di kerjakan asal yang penting BB KA.

    BalasHapus