Rabu, 11 September 2013

Menikah dengan Wanita Hamil Diluar Nikah



Di zaman yang katanya modern seperti sekarang ini banyak sekali kasus hamil pra nikah, penyebabnya tentu karna pergaulan bebas yang kelewat batas, keluar jauh dari garis-garis yang disyariatkan oleh Islam. Sebenarnya, kondisi seperti ini merupakan salah satu bentuk "jahiliyah modern", suatu keadaan dimana anak-anak muda sekarang mengalami krisis moral spiritual. Padahal Islam sudah menyediakan jalan terbaik berupa pernikahan, bukan dengan zina yang justru merendahkan martabat seseorang di hadapan Allah maupun manusia.

Tentang Hukum Kawin Hamil, yaitu kawin dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya, maupun oleh laki-laki lain, dilihat dari perpektif fiqih, para ulama berpendapat:

Ulama madzhab empat (Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali) berpendapat bahwa perkawinan keduanya sah dan boleh bercampur sebagai suami istri, dengan ketentuan, bila yang mengawininya itu adalah pria yang menghamilinya.

Ibnu Hazm berpendapat bahwa keduanya boleh (sah) dikawinkan dan boleh pula bercampur, dengan ketentuan, bila telah bertaubat dan menjalani hukuman dera (cambuk), karena keduanya telah berzina.

Selanjutnya, mengenai pria yang kawin dengan wanita yang dihamili oleh orang lain, berikut pendapat para ulama:

Imam Abu Yusuf mengatakan, keduanya tidak boleh dikawinkan. Sebab bila dikawinkan perkawinannya itu batal. Pendapat beliau ini didasarkan pada Q.S An-Nur ayat 3.

Ibnu Qudamah mengatakan, seorang pria tidak boleh mengawini wanita yang diketahuinya telah berbuat zina dengan orang lain, kecuali dengan dua syarat:
1. Wanita tersebut telah melahirkan, bila ia hamil. Jadi dalam keadaan hamil ia tidak boleh kawin.
2. Wanita tersebut telah menjalani hukuman dera (cambuk), apakah ia hamil atau tidak.

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa perkawinan itu sah, karena (si wanita) tidak terikat perkawinan dengan orang lain (tidak ada masa iddah). Wanita itu juga boleh dicampuri, karena tidak mungkin nasab bayi yang dikandung itu ternodai oleh sperma suaminya. Sedangkan bayi tersebut bukan keturunan orang yang mengawini ibunya itu.

Jadi, status anak itu adalah anak zina, bila pria yang mengawini ibunya itu bukan pria yang menghamilinya.

Namun bila pria yang mengawini ibunya itu adalah pria yang menghamilinya, maka terjadi perbedaan pendapat:
1. Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya dikawini setelah usia kandungngannya berumur 4 bulan ke atas. Bila kurang dari 4 bulan, maka bayi tersebut adalah anak suaminya yang sah.
2. Bayi itu termasuk anak zina, karena anak itu anak di luar nikah.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, masalah ini dijelaskan dalam pasal 53 ayat 1-3 sebagai berikut:

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Referensi:
-Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003) 124-128
-NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar